Sabtu, 24 September 2011

BENTUK-BENTUK BELAJAR DALAM AL-QURAN

BENTUK-BENTUK BELAJAR DALAM AL-QURAN

Ada beberapa bentuk-bentuk belajar yang telah diisyaratkan oleh Allah SWT. dalam Al-Quran, diantaranya terdapat dalam:

A. QS. Al-Alaq : 1-5

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ(1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)

Artinya: [1] Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, [2] Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. [3] Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, [4] Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. [5] Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Bentuk-bentuk belajar yang terdapat dalam surat QS. Al-Alaq : 1-5 yaitu اقْرَأْ (bacalah).

Kata Iqra’ apabila diartikan secara bahasa berarti “bacalah”. Namun apabila kita pahami lebih lanjut, kata Iqra’ yang terdapat dalam surat Al-Alaq ini dapat juga berarti menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-ciri.

Terjemahan dari kata Iqra’ tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis yang dibaca, tidak pula harus diucapkan dengan keras sehingga orang lain dapat mendengarnya, melainkan kita sebagai orang yang membaca harus bisa memahami dari setiap tulisan yang telah kita baca dan dapat menyampaikannya kepada orang lain sehingga kita juga.

Belajar dalam bentuk membaca dapat diartikan sebagai langkah awal dalam menuntut ilmu. Dengan membaca, kita dapat mengetahui apa yang akan kita pelajari.

Membaca merupakan sarana untuk belajar dan kunci ilmu pengetahuan, baik secara etimologi berupa membaca huruf-huruf yang tertulis dalam buku-buku, maupun terminologi yakni membaca dalam artian yang luas. Perintah membaca, menelaah, dan meneliti dikaitkan dengan “bismi Rabbika” (denga nama Tuhanmu). Pengaitan ini merupakan syarat yang mesti dipenuhi bagi pembaca untuk tidak sekedar melakukan bacaan dengan ikhlas, tetapi harus memilah dan memilih bahan-bahan bacaan yang tidak mengantarkannya kepada hal-hal yang bersifat menentang kehendak Allah SWT.

Sebenarnya, yang paling penting bukanlah makna dan pengertian dari kata Iqra’, tapi pelaksanaan dari perintah Iqra’ itu sendiri yang telah dilaksanakan oleh Rasulullah SAW. selepas menerima wahyu pertama di Gua Hira’.

Pengulangan perintah membaca pada ayat ketiga bukan sekedar menunjukkan bahwa kecakapan membaca tidak diperoleh kecuali dengan mengulangi bacaan atau membaca hendaknya dilakukan sampai mencapai batas maksimal kemampuan. Mengulangi bacaan akan menghasilkan pengetahuan dan wawasan baru walaupun bahan bacaan atau yang dibaca merupakan satu bahan yang sama.

Pada hakikatnya, melakukan pengulangan dalam membaca aayat al-quran akan menimbulkan penafsiran baru, pengembangan gagasan, menambah kesucian jiwa, serta kesejahteraan bathin. Dengan cara membaca yang berulan-ulang, kita sebagai pembaca akan dapat menemukan rahasia dari bacaan yang kita baca serta dapat memperkaya wawasan terhadap apa yang kita baca.

Dengan ayat-ayat di atas, terbuktilah bahwasanya nilai membaca, menulis dan berilmu pengetahuan memang sangatlah tinggi.

B. QS. Al-Ghasiyah : 17-20

أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ (17) وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ (18) وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ (19) وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ (20)

Artinya : [17] Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, [18] Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? [19] Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? [20] Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?

Dalam QS. Al-Ghasiyah : 17-20 terdapat bentuk-bentuk belajar, yaitu pada kata يَنْظُرُ (memperhatikan).

Pada ayat diatas, Allah SWT. berbicara tentang binatang unta. Unta merupakan binatang yang memiliki kemampuan untuk menyimpan cadangan air dalam tubuhnya agar tubuhnya tetap mendapatkan air ditengah gersangnya gurun pasir tempet mereka hidup. Dalam QS. Al-Ghasiyah: 17, terdapat suatu proses pembelajaran agar manusia dapat mempelajari bagaimana unta dapat melakukan hal yang telah tersebut diatas. Secara tidak lansung, Allah telah menyuruh manusia untuk berfikir agar dapat meneliti hal tesebut.

Kata Yanzuru pada ayat ke 17 tersebut telah mengisyaratkan manusia untu belajar mengetahui bagaimana tentang kejadian unta, kemampuan beradaptasinya, bagaimana ia menyimpan air, bagaimana ia berjalan berminggu-mingu tanpa minum, adaptasi kakinya dengan gurun pasir, dan bagaimana ia menyimpan tenaganya. Hal ini dapat kita pelajari lebih lanjut pada Ilmu Biologi.

Bukan hanya unta yang harus kita pelajari, tapi juga seluruh makhluk yang telah diciptakan oleh Allah SWT. Tanpa terkecuali. Hal ini dapat kita mengerti ketika kita melanjutkan membaca ayat ke-18, 19 dan yang ke-20.

Pada ayat ke-18, Allah SWT. berbicara mengenai langit. Langit merupakan tempat kediaman bagi seluruh makhluk luar angkasa tidak terkecuali bumi. Untuk mempelajari benda-benda langit, maka lahirlah ilmu Astronomi. Sampai pada saat sekarang ini, para ilmuan astronomi belum dapat memberikan kepastian yang mana langit itu yang sebenarnya.

Sedangkan pada ayat ke-19, Allah SWT. berbicara tentang gunung. Gunung merupakan benda menjulang tinggi menghadap langit yang memiliki kawah yang berisi magma panas memberikan kestabilan suhu untuk bumi. Dengan adanya gununglah manusia dapat tinggal dibumi. Tanpa adanya gunung yang tinggi, tentunya manusia mersakan panas yang sangat dari gunung tersebut dan secara otomatis akan menyebabkan manusia tidak bisa bermukim di bumi. Hal ini dapat kita pelajari lebih lanjut pada Ilmu Geologi.

Begitu pula pada ayat ke-20. Allah SWT. berbicara mengenai bnagaimana bumi dihamparkan. Hal ini juga dapat kita pelajari pada bidang keilmuan Geologi.

C. QS. Ali Imran : 190-191

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآَيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ (190) الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (191)

Artinya : [190] Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, [191] (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Pada QS Ali Imran : 190-191 terdapat dua kata yang menunjukkan indikasi sebagai bentuk-bentuk belajar yaitu kata يَذْكُرُ (mengingat) dan kata يَتَفَكَّرُ (memikirkan). Walaupun kedua kata tersebut terdapat dalam ayat yang ke 191, akan tetapi pada hakikatnya perkataan tersebut berkaitan dengan ayat sebelumnya, yaitu QS. Ali Imran : 190.

Mari kita pahami terlebih dahulu kata يَذْكُرُ (mengingat). Dari perkataan ini, Allah SWT. menyuruhkan kepada umat manusia agar dapat memikirkan segala sesuatu guna untuk mengetahui apa dan bagaimana sesuatu benda dapat bekerja. Dalam hal ini, Allah SWT. mengaitkannya dengan penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam.

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآَيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”. Secara tidak lannsung, Allah SWT. menyuruh kita untuk memikirkan “tanda-tanda” yang ada pada penciptaan langit dan bumi dan pada proses pergantian siang dan malam. Arti kata, bagi orang-orang yang merasa telah diberikan akal oleh Allah SWT. haruslah menggunakan kelebihan yang telah diberikan-Nya.

Mengingat merupakan suatu bentuk belajar yang memiliki maksud agar setiap apa-apa saja yang telah kita lakukan dalam aktivitas sehari-hari dapat dijadikan sebuah aktivitas pembelajaran.

Dalam konteks Tarbawi, mengingat harus disertai dengan kesadaran yang didasari atas kebutuhan untuk mencapai tujuan belajar. Apalagi kalau mengingat tersebut berhubungan dengan aktivitas belajar yang lainnya.

Kata يَذْكُرُ (mengingat) sangat berkaitan erat dengan kata يَتَفَكَّرُ (memikirkan). Mengapa demikian? Ketika kita mengingat sesuatu, secara otomatis otak kita akan berfikir tentang hal yang kita ingat.

Analisa Tarbawi dari penafsiran penulis terhadap bentuk belajar yang terkandung pada kata يَتَفَكَّرُ (memikirkan) adalah, manusia hendaknya memikirkan segala sesuatu makhluk yang telah diciptakan oleh Allah SWT. dan mencari tahu serta mempelajari kegunaan dan fungsi dari setiap makhluk yang telah diciptakan-Nya.

رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا

“Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia”. Artinya, sebagai makhluk yang sempurna (makhluk yang diberikan kelebihan akal dan pikiran) oleh Alah SWT. Hendaknya manusia dapat memikirkan segala sesuatu yang telah diciptakan oleh Allah SWT. dan mempelajarinya serta mengetahui fungsi dan kegunaannya himgga pada akhirnya menyadari bahwa tidak ada yang sis-sia dari apa saja yang telah diciptakan oleh Allah SWT. Berfikir merupakan salah satu proses belajar.

Dengan berfikir, seseorang akan menemukan sebuah penemuan baru atau sekurang-kurangnya orang mengetahui tentang hal yang difikirkannya dan mengetahui funsi serta tujuan diadakannya hal tersebut.

D. QS. At-Taubah : 122

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (122)

Artinya : [122] Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

Bentuk belajar yang ada pada QS At-Taubah : 122 ada dua macam yaitu kata يَتَفَقَّهُو (mendalami) dan ِيُنْذِرُ (menyampaikan).

Dalam ayat ini, Allah SWT. mengisyaratkan bahwa menuntut ilmu serta يَتَفَقَّهُو (mendalami) ilmu pengetahuan merupakan salah satu bentuk berjihad. Menuntut ilmu dan يَتَفَقَّهُو (mendalami) ilmu-ilmu agama juga merupakan sebuah perjuangan yang berat yang juga membutuhkan pengorbanan tenaga dan harta.

Dalam ayat ini, Allah SWT. menyuruh agar tidak semua umat Islam berangkat ke medan peperangan. Akan tetapi, harus ada yang tidak ikut berperang dikarenakan ia harus melaksanakan tugas lain yaitu memperdalam pengetahuan mereka, terutama dalam ilmu Agama Islam. Hal ini bertujuan agar jalan dakwah dapat dilakukan dengan berkaelanjutan tanpa terhenti karena adanya aktivitas lain seperti peperangan.

Tidak hanya untuk mendalami ilmu pengetahuan, Allah SWT. juga menyuruh untuk ِيُنْذِرُ (menyampaikan) ilmu pengetahuan yang telah didalami kepada orang lain. Hal ini bertujuan agar orang-orang yang memiliki kesibukan yang lain dapat juga mengetahui apa saja ilmu pengetahuan yang seharusnya mereka ketahui.

Ketika ilmu yang telah kita dalami kita amalkan dan kita sampaikan pada orang lain, maka ilmu itu akan semakin kuat melekat dalam ingatan kita. Seperti pepatah orang Minang “Hapa kaji dek baulang, pasa jalan dek batampuah”.

Jadi pada intinya, dalam ayat ini Allah SWT. Mengisyaratkan kepada orang-orang yang berilmu agar:

1. Memperdalam ilmu pengetahuan

2. Mengamalkannya dalam kehidupan

3. Mengajarkan atau menyampaikannya pada orang lain

0 komentar:

Posting Komentar

 

Rahmat Hidayanto © 2008. Design By: SkinCorner